Kisah Torikale dan Toriandri. cinta terlarang
oleh Moza Gasang (kakak naslia gasang)
Part II
kalau begitu alasanmu kita tinggalkan kampung ini, lagi pula aq tak ingin anakku tumbuh tampa sosok seorang bapak, bagaimana nasibnya jika ia harus merasa berbeda dengan anak seusianya. Kemarin saya menemui Pua Antu Barani sudah kuutarakan semua , termasuk agar kiranya kau keluar dari kampung ini. Awalnya ia menolak tapi dengan alasan anakku, besok kau akan di undang ke balai bola Matonggo, sesepuh adat dan agama akan membicarakan ini. ....................... Rumah itu kini ramai dengan asap dupa kemenyan khas menusuk setiap lubang hidung. Di bawahnya daun nipa di gelar menjadi tikar lantai, memanjang bermeter dan dijadikan titian langkah sebelum menaiki anak tangga bola Matonggo. Sudah sejam Torikale di jejaki dengan pertanyaan. Hingga akhirnya ia keluar dengan raut wajah tegang. Wanita wanita pemuka adat hanya duduk sambil menyirih di dinding rumah, sedang yang masih gadis sibuk menghisap kretek batang yang di gilir. Toriandri menjemputnya. Ia tak sabar mendengar jawaban apa yang di hasilkan. Namun belum keluar juga kata dari mulut torikale, Pua Antu Barani menarik tangan Toriandri, di bimbingnya masuk ke rumah adat, gilirannya untuk di sidang mungkin akan lebih memakan waktu lama.
Part III
Belum menaiki anak tangga, tiba tiba Indo Wa Satia menamparnya, serentak saja wajahnya memerah terbakar, telapak tangan tercetak tebal di pipinya. Pua Antu hanya melerai dan menagkap tangan Wa Satia saat ia hendak melakukan tamparan kedua. Lalu bergegas masuk ke bola adat. Sama seperti sebelumnya keheningan dari luar tersa sangat menghantui. Wanita wanita tua adat kembali bersandar mencari informasi, dengan jemari sibuk di mulut, sirih merah itu mengosok langit langit gusi mereka. Bukanlah sebuah kebiasaan yang harus dilakukan, hanya saja itu merupakan syarat mutlak wanita pemuka adat untuk mencari informasi atau sekedar menyentuhkan kulit mereka di dinding Bola Matonggo. Bagi wanita muda atau keturunan wanita adat yang blm menikah sangat di larang bersentuhan langsung dengan Bola Matonggo atau kesialan akan menghantui mereka , kecuali ada ijin atau memang pada hari hari tertentu yang di sepakati pemuka adat. Di dalam, dengan berhadapan para pemuka adat ia hanya diam, wejangan doa doa sebelum memulai sidang begitu khusu di lantungkan. Lama ia menunggu hingga satu pemuka adat mulai menyampaikan risalahnya akan masalah yang di hadapi. '' anakku manning dengarkan nasihat kami, sekarang untuk pertama kalinya namamu kami sebut itupun hanya diperbolehkan di dalam rumah adat ini, menyatakan bahwa ada sebuah kesalahan yang harus kami luruskan, bukankah kamu sendiri tahu bahwa gelar yang kau dapat adalah Toriandri yang bermakna anak kesayangan dari garis keturunan raja dan adat, apalagi sekarang kau juga telah menjadi istri Antu, besok lusa kau akan menjadi ibu dan penerus adat. Kau akan duduk bersama kami, bersama sesepuh wanita seperti Indo wa Satia, Wa Rammang, dan lainya. Lalu bagaimana mungkin kau akan meninggalkan kampung ini, Memang disayangkan suamimu terlalu cepat meninggalkan dunia ini, lagi pula ada Torikale yang akan selalu menjagamu. Jadi dengarkan nasihat kami. Ucap Pua Antu Gasiring, lalu menyerahkan pada pemuka adat yang lain. Anakku Toriandri ingatlah Torikale di nobatkan oleh kami sama seperti Torikale yang lain, mereka terikat hukum, Torikale hanya menjadi torikale di tanah adat, diluar itu mereka akan menjadi Musuh dan bahkan orang yang harus di bunuh jika meninggalkan sejengkal tanah adat, karna semua ilu yang telah ia peroleh hanya boleh di gunakan di tanah adat, kami belum bisa menolak bala bila suatu saat ada Torikale yang menggunakannya di luar tana adat. Jadi pikirkan ini. Bukankah lebih bijaknya kau tumbuh menjadi wanita yang sewajarnya. Hilangkan cinta butamu, dia adalah Abangmu. Tampa menikahimu pun ia akan tetap menjadi Torikale yang akan menjagamu sampai ia atau kau Terpisahkan maut.
Part IV
Sidang adat berlangsung hingga sore hari. Para wanita muda adat sudah sejak siang meninggalkan pekarangan Bola, di susul wanita tua adat hanya beberapa yang harus tinggal, karna setelah sidang selesai mereka harus naik ke Bola adat bersama pemuka adat lainnya melantungkan doa dan ikut memberi wejangan. Dan menutup dengan doa. Toriandri turun melangkahi satu persatu anak tangga, melintasi daun nipa, sesepuh wanita tua adat mulai naik ke dalam kecuali Indo Wa Satia, ia mengikuti toriandri, lalu menarik tangannya bergegas, seakan diawasi ia, mebisikkan sesuatu di telinga Toriandri lalu kembali berlari kecil memasuki Bola adat sebelum di tutup pertanda tak ada lagi yang boleh masuk. Malamnya sesuai perintah yang di bisikkan Wa Satia, Torikale menjemput Toriandri yang juga di bisikkan perintah menunggu di teras rumah, jam sudah menunjukkan tengah malam, hanya suara jangkrik dan serangga batang yang berbunyi. Para bujang tidak lagi meronda keliling hingga subuh menjelang. Di rumahnya indo Wa Satia menunggu dengan tampa cahaya, memang sengaja agar para bujang tidak mengawasi rumahnya. Para bujang memang di perintahkan mengawasi setiap rumah sesepuh adat yang masih menyalakan lampu atau lilin, pertanda masih siaga dan melakukan sesuatu di dalam rumah. Pintu di ketok pelan, dan terbuka dengan sangat perlahan. Hanya gelap yang di tatap kedua tamu tengah malam ini. Tampa tunggu lama, indo menariknya mengarahkan langkanya. Lalu di bawah ke dalam ruangan kamar yang lebih kecil. Tempat para sesepuh adat biasanya melakukan doa dan menyimpan setiap pusaka dan simbol keramat kesepuhan adat. Awalnya tak ada cahaya, namun dengan lilin kecil terbuat dari buah kecil yang di keringkan, didalamnya adah getah seperti minyak, dihidupkan dan di simpan dalam tanah yang telah di gali agar cahanya tidak terlalu menyembur keluar. Indo wa satia mulai membacakan doa pembuka, lalu di gosokkannya siri kedalam mulutnya. Dengan lembut suara itu keluar. Kalian tahu, bencana apa yang akan kalian ulangi...?? Tanya dengan suara yang hampir tak terdengar, matanya menatap tajam dua wajah yang remang dan bersibak bayangan hitam. Ada jawaban kosong namun pertanyaan besar menhampiri kedua tamu tengah malam itu. Ini adalah kutukan yang terulang, dan akan terus terulang, takkan putus atau takkan hilang, kecuali adat dan masyarakat ini punah barulah kutukan itu juga patah. Ucapnya lagi. Torikale dan toriandri memang tak bersuara, mereka telah di bisikkan agar tak bersuara sedikitpun ketika memasuki rumah ini. Jadi mereka hanya boleh saling manatap, dan bertanya dalam hati. Membiarkan indo wa Satia tenggelam dalam kesurupannya menjelaskan sendiri tampa sadar di kuasai mahluk halus, yang katanya pemuka adat terdahulu. Memang indo Wa Satia adalah sesepuh adat yang menguasai dan di turunkan oleh keturunannya untuk menjadi jembatan penghubung arwah pemuka adat yang terdahulu. Jadi setiap ia membaca doa atau mantra yang telah di ajarkan, ia akan menutup mata sejenak lalu saat berbicara tampa sadar sebenarnya bukan dirinya lagi.
Part V
Ini adalah kutukan dan bukan kesalahan kalian. Para sesepuh adat tidak akan lupa kisah ini, seratus dua belas tahun kisah ini di kubur dan di simpan dalam, bahkan dianggab takkan terulang lagi. Sampai akhirnya hari ini semua kembali tersadarkan, kesalahan masa silam belum lunas terbayarkan. Mungkin kalian bertanya apa yang terjadi. Kisahnya terjadi pada saat Toriandri dari anak keturunan raja ke tuju juga mencintai Torikale'na dan itu kisah pertama awal cinta terlarang. Saat itu peraturan adat mengangkat Torikale dari kaum rakyat biasa, sebagai penghargaan dan cinta yang seimbang pada rakyat. Namun setelah lama bersama toriandri merasakan kebaikan Torikale dan menyimpan cinta, sunggu itu adalah hal yang sangat di larang, status torikale langsung di cabut, ia bahkan sempat di hukum adat berpuasa selama lamanya, di kurung di ruang paling belakang Bola Mtaonggo, dengan begitu semua ilmu kesaktiannya hilang. Namun memang sudah takdir saat berbulan bulan Toriandri tidak menemui Torikale, ia memutuskan menjumpainya dan membawakan makanan, di makannya dengan lahap dan bukannya kesaktiannya hilang justru dilanggarnya hukuman membuat Torikale semakin kuat, di patahkannya mantara penghalang dan tampa sadar kedua insan itu tertutupi cinta yang menggebu. Toriandri hamil sedang Torikale dengan setia menunggu di Penjaranya. Sang raja benar benar marah dan tampa pikir panjang mengusir dan mengutuk anaknya sendiri, anak tunggal kesayangannya penerus tahta selanjutnya. Tapi nasi telah menjadi bubur, dan cilakanya tumpah di dalam pasir. Toriandri dan Torikale meninggalkan tanah adat dengan kutukan dan amarah raja. Saat itu pula tidak ada penerus raja yang memimpin Bola Matonggo. Lalu diangkatlah saudara perempuan raja sebagai bayangan yang saat itu juga sesang mengandung, Sebagai pendamping di angkat Tuju pulu Pua Antu dan tuju puluh Wa Indo bertugas menolak bala, itupun masih kurang hanya saja dari semua Pua dan Wa hanya sisa sedikit yang benar benar paham adat dan memiliki kesaktian. Berpuluh tahun hidup dalam kesengsaraan, toriandri masih saja mengandung tampa pernah tahu kapan anak yang dinantinya menghirup udara, ataukah akan mati bersamanya di dalam rahimnya. Kesaktian yang di miliki Torikale belum juga bisa mematahkan kutukan Raja. Untung saja petapa sakti yang bernama Mangku Rajang Tarrang dapat membantu namun dengan syarat setiap anak keturunan toriandri adalah wanita dan seblum genap sebulan ia harus berada di tanah adat, karna ia adalah anak suci dan hanya bole berada di tanah adat, kalau tidak dia akan mati. Untuk memasukkannya ke dalam tanah adat hanya kuasa puang yang tahu, tapi ini sudah tertulis. Garis keturunan Toriandri Tenri Harutum Sekar yang sampai saat ini masih bertahan adalah Wa Indo Satia. Hanya saja ini tak boleh di ketahui dan penerusnya tentu saja anak gadisnya.
part VI
sudahlah. ini sudah hampir pagi, sebaiknya kalian kembali sebelum para bujang kembali melakukan ronda pagi. lalu kembalilah besok malam. masih banyak yang ingin kusampaikan, selebihnya kuserahkan pada kalian. ucap indo Wa Satia lalu tiba tiba keringat begitu banyak keluar dari kulitnya yang mulai keriput, badannya lemas dan serasa beban berat telah ia lepaskan . torikale langsung menjemputnya sebelum benar benar lelahnya menjatuhkan tubuhnya.
sudahlah sebaiknya kalian kembali, apapun yang kalian dengar harap kalian cermati. saya akan melanjutkan doa sebelum istrahat. ingat jangan pernah membuka mulut tentang apa saja akan hal ini.
benar saja setelah jauh meninggalkan rumah sepi itu. para bujang kembali melakukan ronda pagi.
mereka mulai berpisah saat Toriandri menaiki tangga rumah, Torikale masih setia mengawasinya di balik pohon. memastikan wanita yang dia cintai masuk kedalam rumahnya.
pagi ini suasana sedikit berbeda
para sesepuh adat wanita tua gempar berkumpul di rumah adat Matonggo.
salah satu pemuka adat wanita sedang terjangkit penyakit aneh, badannya tiba tiba saja mengejang setiap sejam berlalu lalu ia teriak memekik, ada ucapan mantra dan doa yang ia sebutkan namun tidak jelas.
bahkan itu lebih terdengar sebuah pesan yang belum pernah di dengar.
Indo Wa Asia benar benar sibuk dengan persiapan upacara pengobatan. bersama Indo Wa Lamma sebagai dukun sakti yang dituakan memang inilah yang ia harus lakukan jika setiap warga sedang di serang penyakit atau mungkin sejenis santet.
bibir kini dipenuhi dengan umpatan umpatan miring, beberapa menyebarkan isu bahwa inilah akibat dari perbuatan Torikale dan Toriandri,
bahkan ada yang menyarankan mereka harus di usir dari kampung adat dengan cara di Bakar.
wanita muda adat, juga mulai sibuk. bebrapa ada yang ditugaskan duduk di setiap sudut rumah adat, membaca mantra tolak bala, sambil membakar kemenyan, ada yang sibuk di tangga, dan beberapa di tiang tiang rumah memercikkan air mantra yang telah di siapkan.
jumlah mereka lebih banyak dari jumlah pemuka adat wanita tua.
setiap pemuka adat tua wajib memiliki sebanyak mungkin pendamping . namun hanya satu yang dapat menjadikan penerusnya. tidak menuntuk kemungkinan itu adalah anak kandungnya atau anak didiknya. semua di tentukan pada tes dan keahlian yang dimiliki sebelum waniata tua adat mangkat dari tugasnya .
*****

Komentar