JASA SEORANG AYAH
Minggu siang aku lupa tanggal berapa Cuaca hari itu begitu terik, jalanan
seperti melepuh oleh cuaca siang itu. jalanan beraspal seperti menguap ,
terjadi fatamorgana akibat matahari terik . panas matahari begitu menyengat
membakar kulit hinngga cucuran keringat mengalir deras,. di tubuh kurus yang dilapisi sedikit danging tampak
mengilap terkena terpaan sinar . ruas-ruas tulang punggungnya begitu nyata
berbentuk , lekuk-lekukan tulang rusuknya sangat terlihat, tubuhnya yang tinggi
dan kurus harus dipaksa bekerja meski sebenarnya tubuh itu tak berdaya lagi .
dialah ayahku gasang.
Sepetak sawah yang menjadi ladang penghasilannya , dari sinilah ia menghidupi keluargaku yang
notabenenya keluarga besar , ia memiliki
14 biji mata yang berarti 7orang anak. Dari 14 biji inilah harapannya ia
gantungkan, berharap biji yang 14 ini menjadi biji yang unggul dan tahan hama.
Aroma pestisida tak pernah lepas dari kehidupan sehari-harinya , kata
tetua dari keluargaku ayah kulah yang paling giat diantara satu lusin
saudaranya yang sekarang tinggal separuh
dari selusin . wajar saja ia memiliki banyak anak ,ia mewarisi orang
tuanya (nenekku), padahal ayah dan ibuku terhitung masih sangat mudah ,
imajinasiku pun liar menerawang jauh membayangkan andaikan program KB (keluarga
berencana) tidak ada , apa jadinya bumi ini , mungkin disesakki miliyaran
manusia , alih-alih ada sawah bahkan bisa jadi planet bumi bumi ini tak cukup
menampung manusianya. Pikirku lalu rasanya imajinasiku terlalu liar sambil
tertawa jijik pada didriku sendiri yang berkhayal seperti itu .
sawah sepetak itu bukan milik pribadi ayah atau ibuku tapi milik orang
yang oleh ayah di berikan kepercayaan mengurusnya , dari hasilnya nanti akan di
bagi dengan pemilik sawahnya , meski begitu beliau yang sangat tekun dalam
bekerja.
setiap hari ayah ke sawah berangkat pagi pulang malam , bahkan terkadang
ayah harus tinggal di kebun , dan lebih banyak beliau tinggal di kebun dari
pada pulang kerumah berkumpul bersama keluarga . kami nyaris tak merasakan
kasih sayang seorang ayah , kami bahkan dalam sebulan hanya beberapa kali
bertemu, beliau lebih banyak menghabiskan waktunya, bersama kekasih keduanya (sawah)
bagi orang-orang di kampungku, ayahku dikenal sebagai orang rajin dan
pendiam , sesekali orang berkata ayahmu kampungnya di kajarang (nama tempat
kebunku) bukan di benteng (kampungku) karena beliau lebih sering tinggal disana
dari pada pulang kerumah .
terkadang sepulang sekolah ibu menyuruh
kami mengantar makanan untuk ayah di sawah , mungkin dari tadi pagi ayahmu belum makan apa-apa nak ,namun
sebagai anak yang masih labil, dan acuh terhadap penderitaan ayah dan ibu dalam
mencari nafkah. Serangan celoteh terkadang lahir dari bibir kami ketika ibu menyuruh kami mengantar makanan , malah menggerutus dalam
hati tanpa memikirkan apakah celoteh
itu melukai hati ibu , yang kami pikirkan adalah keegoisan kami rasa lelah kami
, tak memikirkan rasa lelah ayah ibu., tanpa sadar aku telah mencaci dan memaki
ibuku . alangkah terlukanya hati sang orang tua mendapati anak-anaknya yang
begitu teganya berkata sedemikian , padahal orangtuanya , jangankan memikirkan
kebahagiaannya , bahkan jadwal makannya ia harus rogohkan hanya demi untuk buah
hatinya agar tak menderita dan mendapat penghidupan yang layak .
air mata spontan lahir dari tulang air mataku membentuk beberap pulau
asin , ada yg dalam ada juga yang dan dangkal, air mata itu jatuh tergurai tak
kalah derasnya dari sungai bendungan dikampung halamanku , begitu menyadari
perjuangan ayah dan iubu dalm mendidik ke 7 buah hatinya , tak sedikitpun keluh
kesah lahir dari hatinya,
aku
relah melakukan apa saja untuk anak-anakku agar mereka tak berhenti sampai
disini saja , sekolah mereka harus tetap jalan , pendidikannmu harus nomor
satu, tidak seperti bapak dan ibumu , meski bapak dan ibumu harus bekerja sekuat tenaga, meski hanya
seorang petani setidaknya kalian biji mataku jauh di atas ayah ibumu, aku tak
meminta apa-apa dari anak-anakku yang aku minta hanyalah mereka terus
senangtiasa ingat kepadaku kelak , menjagaku ketika diriku terbaring lemah ,
dan tak melupakan sholat lima waktu ,
pesan itu begitu membekas dihati , dimanapun kakiku berpijak pesan itu
takkan lepas dari pijakanku ,aku bangga dengan kehidupan sederhanaku,
membimbinggku menjadi seorang wanita kuat mengahadapi dunia, lebih mampu bertahan dikala badai datang lebih
awal, kesedrhanaan yang tercipta mampu kujadikan sebagai tameng, getirnya hidup
telah lebih dulu ku salami hingga tak membuatku larut dalam kegetiran yang
menderu. dad you’re my hero. Love u mom
dad
****
Komentar