Gadis malang atau tegar? (pilih mana)



Berada dalam pelukan malam
selelap tidur sang putri tidur..
rasanya aku takut membuka mataku untuk hari esok
kepada dunia yang begitu kejam,

membuat tanggan ini tak mampu merontah lebih kencang
nalarku terkungkung dalam dogma yg tak karuan

entahlah ,,,
aku yang kejam
ataukah dunia,,

entahlah,,
kepada siapa lagi aku  harus mengadu
bahkan kepada malam pun aku enggan
dan malam ini
pelukan malam menjadi pilihanku ,,,
sedikit catatan luapan hatiku , rasanya sangat berat menerima kenyataan. Kenyataan bahwa aku memiliki begitu banyak kekurangan .
Keluarga yang sederhana , memiliki banyak saudara , mungkin terlihat bias-biasa saja , namun siapa sangka di balik itu ada setitik yang selalu membuatku menguras air mata , kenyataan pahit yang harus ku terimah , suka-tidak suka.
Kenapa harus aku !! protesku kepada tuhan , kenapa tuhan ? kau begitu kejam pada hambamu yang satu ini , kamu tidak sayang denganku , banyak orng diluar sana tapi mengapa harus aku ? tak henti-hentinya protes ku layangkan kepada tuhan , air mataku membanjiri bantal tempat kepalaku berpijak , dengan tersedu-seduh ku mulai menangisi diriku yang begitu kasihan ini , aku marah pada diriku sendiri, marah dengan keadaanku, perasaan tuhan tak adil denganku selalu menari di kepalaku.  segala onak yang tersimpan didada rasanya ingin ku tumpahkan malam ini bersama dingin yang menjadi-jadi.
Kau begitu kejam , kenapa harus ada kekurangan , kenapa tak kau ciptakan saja kesempuranaan, agar tak ada yang merasa tersakiti oleh kestidaksempurnaaan . kau tak adil. Lagi lagi protesku pada tuhan!!
Malam itu malam terpanjang dalam hidupku  seiring bertambahnya usiaku, semakin tinngi pula rasa Maluku,  kegetiran hidup menjemputku semalaman, aku belum bisa menerima kenyataan pahit itu . kenyataan yang membuatku merasa minder , kenyataan bahwa aku gadis yang tak sempurna , kenyataan bahwa aku malu bergaul dengan orang lain , bahkan kenyataan pahit ini sering ku ratapi sebagai kesialan .
Lhia, nama lengkapku naslia gasang anak kedua dari tujuh orang bersaudara , keluargaku yang sederhana mengajarkanku arti kesederhanaan , tak muluk-muluk harus seperti ini dan itu.
Saat ini usiaku Sembilan belas tahun ,mahasiswi di salah satu perguruan  tinggi swasta dimakassar,rasa malu akibat kekurangantu terus bertambah.
Saat umurku sekitar lima atau enam tahunan  , aku terkena musibah , yang mengakibatku mataku sebelahnya tak melihat. Saat itu aku sedang menonton televisi di rumah tetangga karena di rumah kami belum ada TV makanya setiap hari jika ingin nonton harus kesebelah sekaligus kerabat dekat mamah, saat serius menonton televisi tiba-tiba mataku sebelah kanan kemasukan hewan-hewan, kalo di kampungku namanya assang-assang , warnahnya putih gatal, dan suka mampir di lampu-lampu . assang-assang itu masuk di kelpoak mataku , rasanya gatal dan tante pemilik rumah itu melihat saya sedang menggaruk- garuk mata , rasanya begitu gatal, tanganku tak henti-hentinya menggaruk , matakupun perih dan merah, tapi tak ada kekhawatiran akan terjadi hal yang buruk , tante hanya menyuruhku pulang .
Hari begitu lengang oleh panas matahari , suasana kampung halaman ,keluruhan benteng kabupaten pinrang tepatnya di kampong galung, sangat tersasa keakraban para tetangga-tetangga, dibawah kolom rumah kayu aku sedang diayun mamah , hari itu aku sakit, badanku panas, anak seusia itu masih sangat rewel , ibu berusaha mengayunkanku berusaha membuatku tertidur dalam ayunan, tapi tangisanku semakin menjadi-jadi. Mungkin mamah menyadari ada hal yang aneh , karena aku termasuk anak yang tidak rewel, tidak biasanya aku serewel ini. Lalu ibu mengeluarkanku dari ayunan dan menggendongku, masih berusaha menenangkan anak yang sedang rewel . setelah beberapa menit usaha ibu berhasil , aku sediki tenang lalu kembali ibu memasukkanku dalam ayunan, sambil mendendangkan lagu iyabe lale.
Setelah kejadian malam itu , beberpa hari sempat sakit ,tubuhku diserang cacar di sekujur tubuh dan itu menjalar kedalam mata sebelah kananku . tak ada yang tahu persis apa yang sedang terjadi , mereka tak merasa ada hal aneh, seperti kebiasaan masyarakat kampung pada umumnya ,tak ada perawatan khusus, atau kedokter.  nanti sakitnya sembuh juga.
Seiring bergantinya matahari dan bulan terbit , hujan, terik matahari, dan belaian angin , usia semakin bertambah pula,usiaku sekitar tujuh tahunan, suasana dikampung begitu damai, lekat dengan keakraban para tetangga, anak-anak sibuk bermain, anak santri bergerombol menuju tempat pengajian , ibu yang sedang dibawah kolom rumah (rumah kayu) tengah asik menyisir rambut sang gadisnya , sementara sang anak sibuk bermain dengan boneka kayu berambut daun pisang.
“Nanti kalau ade sudah besar harus jadi orang yang sukses,jadi gadis solehah, berbakti kepada ayah, kepada ibu, jadi anak yang rajin , sekolah yang tinggi, jangan kayak ibu tamat SD saja tidak , biar kelak kalo mama atau papa sakit mama gak khawatir ada gadis mama yang merawat orangtuanya” dengan fasih mamah seperti bercengkrama dengan anak yang tahu betul apa keinginan orang tuanya. Aku yang masih sekitaran lima tahunan dan adikku dua atau tiga tahunan.  Menjadi anak yang sukses soleha dan berbakti kepada orangtua harapan seorang ibu kpd gadis kecilnya.
Senja semakin didepan mata, langit dengan nuansa kejinggaan, semburat kemerahan menghiasi atap bumi, kawanan burung liar berpulang,  matahari perlahan-lahan jatuh dalam pelukan malam, suasana pergantian yang indah.
bapak mana? Tanyaku dengan nada lirih, sementara tangannya sibuk mengambil nasi dan lauk menaruhnya dipiring .
biasanya jam segini bapakmu sudah dirumah , makan malam bersama, tapi kayaknya bapak nginap di kebun. tapi kita tunggu saja sapa tahu saja masih dperjalanan. Selang beberapa menit kami selesai makan , mamah menyuruhku membawa adikku masuk kedalam rumah dan bermain dengannya,sementara mamah sibuk didapur mrmbereskan sisa-sisah makan malam kami.
Hari semakin gelap tanda-tanda kedatangan ayah belum juga terlihat , aku mengambil kesim pulan malam ini ayah gak pulang, nginap dikebun lagi menjaga sawahnya dari binatang malam .tanpa perlu kutanyakan lagi pada mama.
Aku duduk di teras rumah (lego-lego) menikmati malam indah, memandangi kuasa tuhan, Bintang dilangit begitu banyak , cahayanya sangat indah dan mengagumkan, ada yang berkelap-kelip, katanya “kalau bintang dilangit banyak berarti  hujan tidak akan mampir” aku sangat suka memandangi semesta malam, kegelapan malam menyihir segala aktifitas siang menjadi aktifitas bersantai. Aku suka bintang,tapi juga suka bulan. Dan aku suka dua-duanya.
Lhia masuk nak ! suara panggilan mamah membuyarkan lamunanku pada keindahan malam,
iya ma’ ! mamah menyuruhku duduk disampingnya sambil menatap lekat-lekat wajahku , seakan ada sesuatu yang ibu cari diwajahku , aku tak punya tahi lalat, juga tak punya jerawat waktu itu, karena umurku masih kecil belum terkena berbagai macam olesan zat kimia , gak kayak sekarang,
coba mama liat matamu . aku terduduk diam melihat kiri- kanan seperti kata mama, “lihat kiri, lihat kanan” aku tak tahu ada apa sebenarnya mengapa mama melakukan itu , tak seperti biasanya, “tidak papaji nak’ tapi meski kata tidak papa keluar dari bibir itu, wajahnya terlihat panic kulihat wajah ibu terlihat panik, tapi aku benar-benar tak tahu apap-apa. Aku masih kecil pengetahuanku masih sangat terbatas. Sementara itu di hati ibu begitu panik setelah melihat mataku, ada yang mengganjal hatinya setelah mengamati lekat-lekat mataku
“mata kanannya mengecil” mata yang saat menonton TV di rumah tetangga kemasukan assang-assang dan cacar yang menjalar kedam matanya. “Mata hitam anakku makin menyusut tak seimbang tidak seperti dulu , ada apa ya Allah“ hati ibu semakin panic , apalagi tak ada  papah dirumah menemani berbagi kesedihan , sementara aku telah tertidur pulas di ruang keluarga.
Rasa dingin mengundangku bangun dini hari masih pukul 05;34 , ma mau minum,! ibu lalu kedapur, aku menyusul ibu dari belakang , tegukan demi tegukan air putih melewati kerongkongannku dan rasa dahagapun hilang. Ibu masih ke wc mengambil air wudhu menunaikan sholat subuh, sementara aku karena terlanjur bangun mata sulit untuk terpejam , akhirnya kakiku melangkah menyusuri lantai kayu dan menuju pintu , lalu membukanya , diluar sangat dingin , udara segar menyambutku mengirupnya, sungguh segar!! suasana begitu lengang tak ada tanda-tanda kehidupan semua begitu tenang dan lengang sunggu suasana subuh yang nikmat ..
Sang fajar datang perlahan-lahan kokokan ayam bergantian membangunkan manusia, meramaikan kehidupan bumi, aktifitas masyarakat telah dimulai, kesibukan demi kesibukan , lalu lalang menapakkan kaki diatas  tanah .
“Rajin sekali bu’ masih pagi buta begini udah mencuci”, suara dari arah sebelah terdengar jelas
Eh iya bu’ cucian anak-anak udah pada numpuk padahal baru kemarin . melanjutkan perasan cuciannya, aku turun menggendong adikku , menuruni tangga rumah dengan sangat hati-hati , jagain adikmu dulu saya mau kerumah nenek dulu .
Mama menuju kerumah nenek dengan langkah yang sangt cepat , dengan terburu-buru, jarak rumahku dan rumah nenek tidak jauh hanya diselingi dua rumah tetangga sudah sampai. Setelah sampai disana, dengan wajah sedih dan panik mamah menceritakan perihal mataku yang menyusut.
Aku sibuk menjaga adikku , bermain dengannya , mamah datang . beberapa menit nenek juga datang bersama tante ,
Kenapa ? mana ? sebelah mana? Ribuan pertanyaan datang secepat kilat , sambil memegang kedua pundakku hal yang sama dilakukan mamah semalam , memandangi mataku lekat-lekat , “ astagfirullah al adzim” kenapa baru perhatikan sekarang” bahaya mi ini” apa yang kamu lakukan sampai-sampai hal sebesar ini luput dari pandanganmu , lihat mata anakmu sekarang ,! smbil menangis mamah melihatku tak tega , aku baru sadar ada sesuatu yang terjadi padaku dan aku belum sepenuhnya tahu yang terlintas dbenakku saat itu mataku sedang terjadi sesuatu , karena dari kata nenek ada kata“bahaya”
“Bawai siga lako kakek  ambo” nakitai , naburrung-burrungi appona  ,apakkua nde mukita-kitai kanai anangngu masolang.  lakadidai te nakkeke , masolang tonganggi matanna na lamba di usseng! Pinta tanteku dalam bahasa pattinjo
Dengan wajah dipenuhi air mata , ibu lalu menggendongku dan membawaku kerumah kakek ambo, ditiupnya kepalaku, dan diberi air yang sudah di bacai kakek dan menyuruhku meminumnya , entah bacaan apa yang di keluarkannya yang kulihat mulutnya komat-kamit dan setahuku bacaan yang keluar itu bacaan alquran.
“Kadidai tonganngi te appoku masolang kanasi iya matanna “ mengusap usap kepalaku . jadi apakkua te ambo , balas mamah
“Tannia garring biasa te ‘ deng ra tau pakkanna-kannai , deng tau masiri ati sibawa kelurgamu sabbarakana ramoko “, setelah menyadari itu wajah mamah begitu terlihat mendung , guratan-guratan kesedihan tampak nyata di wajah mama, “ladi paddottoroi masiga, yake napeloi puang Allah taala saui banggi tu” sementara semua otetangga-tetangga tahu apa yang terjadi denganku , ayah masih belum mengetahui karena beliau belum pulang dari sawah sejak kemarin , ayahku memang pekerja keras, sangat giat membanting tulang memerah keringat untuk keluarganya.

Komentar

Postingan Populer